Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jika Cacing Pita pada Sapi Menjangkiti Manusia

cacing-pita
credit:instagram@gridhealth_id

Tahukah Anda betapa bahayanya cacing pita pada sapi? Kita masih ingat kasus impor sapi yang banyak menuai kritik karena dimotori oleh tindakan korupsi, belum lama ini, pada kasus yang sama tentang impor daging sapi, ternyata dalam sampelnya mengandung penyakit sapi gila dan antraks.

Bahaya Cacing Pita

Belum lagi beberapa kasus tentang daging sapi dalam negeri sendiri yang ditangani dinas peternakan yang berkisar dari daging sapi gelonggongan, sapi yang mengandung cacing hati dan cacing pita hingga daging sapi yang dicampur dengan daging babi untuk diperjualbelikan.

Permasalahan-permasalahan yang mencuat ke permukaan tentang daging sapi ini sebenarnya berimbas pada pedagang sapi secara umum. Misalnya saja impor daging yang berlebih, membuat harga daging dalam negeri melambung, atau daging sapi yang dicampur daging babi yang mengakibatkan konsumen menjadi ragu untuk membeli daging sapi.

Pada kasus-kasus tersebut, pemerintah seharusnya melakukan regulasi yang baik, misalkan saja pendataan pedagang daging sapi yang terakui, baik kebersihannya maupun kehalalannya. Termasuk juga rumah potong hewan (sapi), yang diakui oleh pemerintah dengan petugas yang berstandar.

Jenis-jenis Cacing Pita

Dinas peternakan juga sebaiknya mengecek kondisi daging sapi potong, baik sebelum maupun sesudah pemotongan. Untuk mengantisipasi adanya penyakit yang berbahaya, atau adanya cacing pada sapi. Misalnya cacing hati (fasciola hepatica), dan cacing pita pada sapi (taenia saginata).

Banyak dikenal jenis cacing pita, mulai dari cacing pita sapi, cacing pita babi (taenia solium), cacing pita tikus, cacing pita ikan, cacing pita anjing dan sebagainya. Dari sekian jenis cacing pita, cacing pita babilah yang paling berbahaya.

Cacing pita babi (taenia solium) adalah cacing pita yang paling berbahaya. Hal ini dikarenakan cacing tersebut dapat menginfeksi jaringan tubuh yang vital seperti diafragma, jantung, daerah esofagus, otot antar tulang rusuk, saluran pencernaan dan penguyahan. Telur dari cacing pita babi sulit dideteksi dan mudah sekali mengikuti aliran darah, hingga ke mata, otot dan lapisan bawah kulit bahkan ke otak.

Gejala yang Ditimbulkan

Ketika telur menetas membentuk larva, maka orang yang terjangkiti cacing ini akan merasakan sakit yang luar biasa. Jika infeksi kista taenia solium menyebar, maka akan menyebabkan alergi, demam dan lemah. Kalau hal tersebut sampai ke otak, akan menyebabkan peradangan dan kejang. Kasus yang lain bisa saja terjadi epilepsi dan stroke atau bahkan hingga menyebabkan kematian.

Sistiserkosis, yakni infeksi yang disebabkan oleh cacing pita babi terhadap manusia biasanya terjadi pada negara yang berkembang karena pengolahan daging babi yang kurang masak, kontak dengan babi tanpa pengecekan kesehatan, penyembelihan yang tidak baik hingga konsumsi daging babi yang berlebihan.

Daerah di Indonesia yang terjangkiti sistiserkosis terbanyak adalah Papua. Hal tersebut sudah dapat dipastikan, karena orang pribumi di daerah Papua masih sering berburu ke hutan dan menangkap babi sedangkan pengolahan babi yang dilakukan masih secara tradisional, cacing pita dalam babi belum sepenuhnya mati.

Gejala yang mungkin ditimbulkan dari cacing jenis ini antara lain pengeluaran segmen cacing saat buang air, gatal yang terjadi di anus, sering merasakan mual dan pusing, terkadang diare dan lemah, pegal-pegal pada otot hingga gangguan pernapasan.

Berbeda dengan cacing pita pada babi, cacing pita pada sapi yakni taenia saginata mudah dilihat secara kasat mata. Cacing ini tidaklah se-ekstrem taenia solium. Tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh cacing pita sapi tidak separah pada babi. Cacing pita sapi menginfeksi manusia di dalam usus halus, dimana usus halus adalah usus tempat penyerapan nutrisi yang masuk.

Infeksi yang terjadi berasal dari konsumsi larva taenia saginata yang berbentuk telur, yang ada dalam daging sapi. Pemasakan daging sapi yang setengah matang atau kurang masak tidak dapat mematikan larva cacing sehingga berakibat masuknya larva cacing ke dalam tubuh.

Lama kelamaan, larva cacing ini (yang disebut sebagai sistesirkus) akan tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa. Hal ini dinamakan sebagai taeniasis. Selama larva cacing belum menjadi cacing dewasa, infeksi yang terjadi tidak memberikan gejala apapun bagi penderita.

Penyebaran cacing ini tidak saja dari daging sapi yang terinfeksi taenia saginata, akan tetapi dapat berasal dari aktivitas yang kurang bersih, misalkan seseorang yang telah terinfeksi cacing pita kemudian buang air di sembarang tempat. Feses ini pasti mengandung larva cacing pita yang mudah saja berpindah ke orang lain jika tidak berhati-hatilah.

Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi cacing ini antara lain mual di perut, diare hingga penurunan berat badan. Cacing pita sapi tak seagresif cacing pita babi yang menginfeksi hingga ke jaringan otak. Meski hal tersebut tidak terlalu berbahaya, namun harus tetap diwaspadai dan diperiksakan ke dokter.

Jika cacing taenia menjangkiti sapi, maka sapi pun akan merasakan gejala taeniasis yang hampir sama dengan manusia, seperti sapi buang kotoran secara terus menerus, feses yang dikeluarkan sapi lembek, terkadang berlendir dan ditemukan cacing pada lubang anus sapi, nafsu makan dari sapi berkurang yang mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan pada sapi.

Selain itu, gejala fisik yang mungkin terlihat adalah bulu sapi yang kasar dan berdiri. Kasus infeksi oleh cacing taenia sapi banyak tersebar di daerah Afrika, Eropa Barat, Meksiko, Timur Tengah, dan Amerika, dengan gejala yang berbeda. Namun kini telah ditemukan obat untuk penyakit tersebut, misal saja pemberian niklosamid, atabrin, librax atau prazikuantel per oral.

Pencegahan Penyakit

cacing-pita-pada-daging-sapi
credit:instagram@mantabsmi

Medical check up juga harus selalu dilakukan per 3 hingga 6 bulan untuk mengetahui infeksi cacing telah terobati. Dapat juga terapi herbal dengan mencampurkan biji pinang, biji labu kuning, dan kulit delima, yang mengandung senyawa anti cacing. 

Arekolin pada biji pinang dapat digunakan sebagai anti cacing, pada kulit delima, dan akar delima mengandung senyawa basa alkaloid dan tanin yang juga cukup ampuh untuk membasmi cacing gelang dan cacing pita.

Kemudian senyawa cucurbitin pada biji labu kuning yang juga merupakan senyawa aktif, dapat membunuh cacing. Dapat pula digunakan tumbuhan lain seperti bawang putih, biji wudani, temu giring dan temu hitam, akar dan biji buah pepaya dan ketepeng. Semua memiliki khasiat tersendiri sebagai anthelmintik (obat anti cacing).

Untuk pencegahan penyebaran cacing pita, dapat dilakukan dengan memasak daging sapi pada kondisi masak, minimal pada suhu 56 derajat celsius, selama 15 menit.  selain itu menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak buang air besar sembarangan, penyediaan sarana sanitasi yang baik misalkan pembangunan jamban (kakus) dan septic tank, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,juga sesudah buang air dengan menggunakan sabun.

Menggunting kuku yang sudah panjang, dan hindari (kurangi) kebiasaaan menggigit kuku, cuci sayuran dengan bersih setelah dari pasar atau mengambil di kebun sendiri, karena bisa saja larva cacing menempel pada sayuran. 

Selain itu, ketika Anda membeli daging sapi, belilah pada pedagang yang jujur, yang mana daging sapi tersebut berasal dari rumah potong yang dikelola oleh pemerintah.

Biasanya rumah potong yang dikelola oleh pemerintah atau dinas terkait selalu menjaga mutu daging, dan sering dilakukan inspeksi untuk meminimalisasi adanya penyakit yang berbahaya seperti cacing pita pada sapi.

Semoga informasi ini berguna dan bermanfaat.

Posting Komentar untuk " Jika Cacing Pita pada Sapi Menjangkiti Manusia"